Permasalahan Toni dengan Erlika, sedikit banyak karena perjodohannya dengan Ratih. Dia mulai kesal dengan keberadaan istrinya di rumah. Sama seperti saat mereka kecil, kasih sayang dan perhatian kedua orang tuanya tercurah kepada Ratih, membuatnya merasa tersisih.
Toni lebih sering tinggal di vila. Perasaan nyaman bersama Ratih yang sempat dia rasakan, tergerus oleh perasaan tersisih di keluarga. Dia juga mulai sering berkantor di Semarang. Di samping mobilitas kerjanya lebih mudah dibandingkan berkantor di kotanya, dia juga terbebas dari kedua wanita. Istrinya dan tunangannya yang menjadi tanggung jawabnya.
Belum lagi ancaman Bagas, yang memberi pilihan berat. Meninggalkan Ratih dengan membuat maklumat publik bahwa Ratih masih virgin. Atau meneruskan pernikahan tanpa menduakan Ratih. Dia tidak akan melepaskan kekasih hatinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kenapa aku harus sakit hati pada Ratih? Aku kepala keluarga sekarang. Tapi luka hati dicuekin orang tua, kini robek kembali,” keluhnya lirih. Diembuskannya napas kuat-kuat, untuk melegakan dadanya. Dia memperbaiki duduknya, lalu menyeruput kopi yang sudah mulai dingin. Dia kembali menatap layar laptop.
Sementara Ratih, sampai sekarang tidak pernah mempermasalahkan keberadaan suaminya. Dia masih merasa nyaman dengan kehidupannya. Pernikahan yang tidak dia harapkan membuatnya semakin tenggelam dalam kegiatan kampus. Dia bahkan sering lupa jika dia sudah punya suami.
Sejak postingannya berdampak pada kekasihnya, Erlika tidak berani mengusik Toni. Di tempat kerjanya, Erlika dijauhi rekan kerjanya. Atasan langsungnya seperti mendapat pengesahan, untuk merundungnya. Mereka benar-benar syok begitu mengetahui hubungannya dengan Dirut bukan basa basi. Keduanya akan menikah. Benar-benar di luar norma masyarakat. Menurut pikiran mereka, hubungan keduanya hanya keisengan Dirut yang masih melajang.
Kedua orang tua Erlika, tanpa melibatkan Toni, melakukan persiapan pernikahan mereka. Meskipun sederhana mereka sudah memberitahu keluarga terdekat. Tetangga kiri kanan dan perangkat desa juga sudah diberitahu. Tinggal menentukan waktunya. Orang tua Erlika memang sengaja memberi kabar kepada keluarga dan tetangga untuk menekan Toni, yang mulai mengulur-ulur waktu pembicaraan. Mereka mulai merasakan keengganan Toni entah karena apa.
“Lika, nak Toni kok nggak pernah datang. Kalian lagi marahan?” tanya Mboke suatu malam. Mereka sedang makan malam.
“Nggak tau, Mbok. Mas Toni sedang sibuk, kantornya mau pindah Semarang!”
“Lha, malah kebeneran. Nanti kamu yang jadi Nyonya di sana,” samber ayahnya.
“Kebeneran bagaimana? Rasanya Mas Toni sekarang makin menjauh!”
“Itu hanya perasaanmu, Lika. Menurut Mboke, apa nggak sebaiknya cari cara lain,” kata Mboke serius.
“Caranya?” tanya Erlika dan ayahnya bersamaan dengan penasaran.
“Sudah, selesaikan makannya. Nanti kita bicarakan.
Mereka makan sambil diam. Setelah selesai, rencana pun mulai disusun. Tidak sulit bagi Erlika mengetahui keberadaan Toni. Dia bekerja di salah satu hotel milik grup Ancala. Informasi keberadaan Dirut Ancala Grup tentu saja termonitor.
Erlika memanfaatkan keberadaan Toni di vila, ketika sedang berada di kantor Purwokerto. Dia tahu Toni terpesona dengan lekuk liku tubuhnya. Dalam balutan busana yang jauh dari buka-bukaan, tapi terlalu tipis dan longgar untuk menyembunyikan siluet tubuh sempurnanya, Erlika menemui calon suaminya di vila. Begitu Toni nongol di ruang tamu, Erlika langsung tersungkur menangis sambil memeluk kaki Toni meminta maaf. Toni jengah, lalu meraih lengannya untuk berdiri.
“Ka, berdirilah. Hayo duduk!”
Erlika tetap menyembunyikan wajah di kaki jenjang Toni yang dibalut celana training. Dia terisak sedih, sambil terus meminta maaf.
“Ayolah, duduk dulu. Nanti kita bicarakan semuanya.”
“Huuu, aku mencintaimu, Mas, sangat mencintaimu.”
“Aku tau! Aku juga mencintaimu. Ayolah jangan begini. Kita duduk, yuk.”
Erlika melepas pelukannya, kemudian berdiri lalu duduk di sofa ruang tamu vila. Dia mengulang lagi permintaan maafnya.
“Aku sudah memaafkanmu. Waktu itu, aku benar-benar marah, karena ada netizen yang mengetahui kita akan menikah. Kalau bukan dari kamu dan keluargamu, siapa lagi!”
“Sekali lagi aku minta maaf. Mungkin Mboke kelepasan omongan. Mas tau sendiri kan, tetanggaku pada julid?”
“Dasar kampungan, nggak bisa menahan bicara. Ingat, berapa uang yang sudah kuhabiskan untuk mengangkat derajat orang tuamu!” ada sisa rasa kesal di hati Toni.
Hati Erlika mencelos ternyata kekasihnya mempertimbangkan posisi sosial orang tuanya, demi dirinya. Semua itu membuatnya malu. Waktu itu dia hanya berpikir seperti para tetangganya, bahwa seorang pria akan berusaha menyenangkan hati orang tua gadis yang diincarnya. Hatinya merasa tersanjung.
Saat Erlika pulang, Toni menolak mengantar, untuk menghindari omongan buruk orang lain. Saat ini namanya sudah mulai pulih. Ada rasa sedikit kecewa di hati Erlika. Dia pulang menggunakan mobil online.
Hubungan Toni dan Erlika membaik. Toni semakin bersemangat membangun bisnis yang dipercayakan kepadanya dengan harapan hati papahnya luluh, dan bisa menerima Erlika sebagai menantu. Dia juga ingin membuktikan diri sebagai putra yang bisa diandalkan.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya