Ratih sengaja indekos di tempat itu untuk menghindari pertemuan dengan keluarga Sumbogo. Kedua keluarga itu akan membicarakan masalah perjodohan putra-putri mereka, Toni dan Ratih. Perjodohan sesuai janji Ninit, mamah Toni dengan Arum, bunda Ratih.
Tapi apa lacur? Seminggu yang lalu, Ratih makan di restoran baru yang cukup representatif, bersama teman SMP-nya, Sutini. Tanpa sengaja Ratih melihat kedatangan Toni, pria yang dijodohkan padanya. Dia datang bersama seorang wanita cantik dan seksi. Wanita itu menggandeng pasangannya dengan mesra.
Toni menatap lembut pasangannya. Perhatian Toni tersita kepada pasangannya, membuatnya tidak menyadari ada Ratih di situ. Buru-buru Ratih pindah tempat duduk menghadap tembok. Kedua pasangan itu mengambil meja kosong satu-satunya yang tidak jauh dari meja Ratih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berpura-pura merapikan riasan wajah, Ratih mengambil bedak. Dari pantulan cermin, dia melihat Toni sedang melamar pasangannya. Si gadis menerima lamaran dengan antusias dan mata berbinar indah. Cincin berlian melingkar cantik di jari manisnya. Pasangan yang sangat serasi dengan wajah bersinar penuh kebahagian.
Seorang pelayan menghidangkan pesanan, mengagetkan Ratih. Setelah pelayan pergi, Ratih melanjutkan bercermin. Dia tidak mau menerima perjodohan dengan pria yang sudah melamar gadis lain.
Ada sesuatu yang entah mengapa menggores relung hati Ratih saat melihat adegan tersebut. Perasaan campur aduk tidak karuan antara kecewa dan senang mendapat alasan untuk menolak perjodohan. Sambil menunduk Ratih mengelus dadanya menghilangkan rasa nyeri sekejap yang sempat mampir. Telinganya langsung berdiri, menajamkan pendengaran.
“Lika, sabtu besok aku akan melamarmu secara resmi. Persiapkan keluargamu, cukup keluarga inti saja!” kata Toni tegas.
“Tapi rumah masih bau cat, Mas. Perabotan juga baru datang besok, tentunya masih harus diatur. Bagaimana kalau minggu depan saja?” pinta Lika manja.
Percakapan keduanya terdengar jelas oleh Ratih yang duduk memunggungi mereka. Jadi mereka sudah mau lamaran? Kenapa tante Ninit menjodohkan Toni denganku? batin Ratih kesal sekali, wajahnya langsung ditekuk. Dia melihat gelagat temannya akan berkata, dia cepat-cepat menaruh jari telunjuk di bibirnya, mengisyaratkan diam.
“Ada apa?” bisik Sutini.
“Nggak papa,” jawab Ratih lirih sambil mengubah wajah dalam mode ceria, lalu memasukkan bedak ke dalam tas. Meski selera makan hilang dia berusaha terlihat baik-baik saja di depan Tini.
“Cepet abisin ya, Kita langsung ke rumahmu! Berapa tahun aku nggak ke sana. Kamu juga nggak pernah menghubungiku,” lanjutnya sambil menghabiskan makanannya. Setiap suapan dia harus minum untuk menggelontor makanan yang terasa menyumbat tenggorokan.
“Jangan begitu, Rat! Itu bahaya, nanti keselek! Makan pelan-pelan saja!” tegur Tini. Ratih mengangguk.
Ratih tersenyum tipis, dia bersyukur dalam hati bertemu sahabat SMP di saat yang tepat.
“Beruntung sekali kemaren bertemu Tini di Citra Store. Kalau nggak, Aku harus kemana?” gumamnya lirih, menatap layar sambil terus memainkan tetikus.
Ratih mengembuskan napas dengan kesal. Dia teringat bundanya tidak percaya dengan laporannya.
“Kamu salah orang, Ratih. Nggak mungkin Toni seperti itu. Dia sangat mencintai mamahnya! Toni tidak mungkin membuat mamahnya marah.”
Saat itu Ratih menyesal tidak merekam adegan di restoran kemarin. Mau mengadu kepada siapa lagi. Ayahnya sibuk mengurus proyeknya di luar kota. Mengadu lewat telepon jelas sulit, terkadang sinyal tidak begitu bagus, seringnya malah ponsel ayahnya dimatikan.
Saking kesalnya, Ratih kabur-kaburan. Setiap hari bukannya pergi kuliah, dia mencari teman-teman sekolahnya. Ada beberapa yang melanjutkan kuliah, ada yang menikah. Banyak teman yang kuliah di luar kota. Dia juga menghindari teman-teman sekampusnya.
“Ya ampun, kaya petugas sensus aja.” Ratih mengembuskan napas berat. Dihabiskannya mie bakso yang tersisa kemudian minum teh manis hangat, untuk menghilangkan lemak kuah yang tertinggal di mulutnya. Ratih meninggalkan warung bakso langganan saat SMA dulu.
Untuk menghindari pertemuan dengan keluarga Sumbogo hari minggu nanti, dia lalu memutuskan kabur dari rumah. Ratih pergi dengan tujuan rumah Sutini, yang tinggal di Kedung Banteng. Setelah menikah setamat SMA, Tini tinggal tidak jauh dari rumah orang tuanya. Di rumah orang tua Sutini itulah Ratih indekos. Dia menempati kamar Sutini saat masih gadis.
Lambat laun kekesalannya terhapus oleh serunya game yang diamainkan. Ratih tenggelam dalam permainan yang mengasyikkan.
Sedang, di rumah keluarga Danusaputra, jarum jam tipis di dinding tanpa peduli terus berputar dalam sunyi, menggerakkan jarum panjangnya setiap satu putaran. Tanpa terasa hari telah berganti. Tepat pukul 01:00 mobil Rangga masuk halaman. Arum langsung membuka pintu tembusan garasi. Tangisan pun pecah.
“Ratih, Ayah …,” seru Arum sambil memeluk erat suaminya.
“Shhht,” Rangga mengingatkan dan menenangkannya. Keduanya berjalan menuju kamar tidur.
Dengan terbata Arum menjelaskan kronologis hilangnya Ratih.
“Aku takut dia di–diculik!”
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya