“Hah! Sudah ada tuntutan tebusan?” tanya Rangga kaget. Dia menyesal menonaktifkan HP agar tidak terganggu. Arum menggeleng. Kedua suami istri itu duduk terbengong di tempat tidur. Keduanya gelisah.
Arum menatap suaminya, dasar laki-laki! Masa nggak kepikiran sama sekali! gerutunya dalam hati. Dia buru-buru buang muka dengan kesal, ketika Rangga menoleh padanya.
Pagi harinya selepas salat subuh, Rangga langsung menghubungi Domu, nama julukan Bastian, seorang detektif swasta kenalannya. Dia sering meminta tolong jika membutuhkan info tentang pesaing bisnisnya. Kali ini Rangga meminta untuk mencari keberadaan putrinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rangga bersiap untuk pergi. Arum memberitahu sarapan sudah siap. Keningnya berkerut heran.
“Mau kemana, Yah?”
“Ke kantor.”
“Ini kan Sabtu! Lalu bagaimana Ratih?”
“Proyek ada masalah, Bun. Ini proyek bergengsi. Susah payah aku memenangkan tender proyek ini. Aku harus menyiapkan data-data. Bun, tolong siapin makan siang, Nasi Gudeg pasar Wage aja, sama camilan untuk lima orang. Aku berangkat ya! Masalah pencarian Ratih, bang Domu sendiri yang turun.”
“Yah, bagaimana pertemuan besok?” tanya Arum.
“Mudah-mudahan, hari ini bisa ketemu. Jika tidak, carilah alasan untuk menundanya!”
“Sarapan dulu, Yah. Ingat, apa kata dokter?”
“Iya … baiklah. Ini namanya mbarusinang. Proyek bermasalah, Ratih kabur dari rumah!”
“Semoga pak Bastian dapat segera menemukan putri kita. Bersyukur, sampai sekarang belum ada tuntutan,” harap Arum meskipun hatinya was-was. Rangga mengaminkan, meskipun jauh di dalam hati kecilnya kekhawatirannya lebih besar dari istrinya.
Hubungan kedua ayah anak itu sangat dekat. Kepergian Ratih tanpa pamit membuat Rangga merasa sangat sedih, dia menyesali kesibukan kerjanya. Tapi usaha yang telah dirintisnya sejak bertahun-tahun lalu, kini memang sangat menguras perhatiannya. Dia mulai berpikir untuk menarik putranya membantu mengelola perusahaan.
Ikuti novel terkini dari Redaksiku di Google News atau WhatsApp Channel