“Untunglah …,” bisik Ninit sambil mengesah lega. “Kalau begitu, aku booking untuk minggu depan saja.”
Di kantornya, Rangga memimpin rapat tim proyek pembangunan prasarana Jateng selatan bagian barat. Semua anggota tim, diminta mematikan gadget-nya. Rapat berlangsung hingga larut malam. Masalah pokok sudah teratasi. Rangga kembali ke ruangannya. Semua kembali ke meja kerja masing-masing lalu beranjak pulang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rangga mengempaskan diri di kursi kerjanya, setelah mengeluarkan HP dari saku celana. Begitu ponsel hidup, dia terkejut melihat Domu beberapa kali menghubungi dan beberapa kali kirim chat. Di ikon Telepon, Domu juga berusaha menghubunginya.
Rangga membaca chatting WA terakhir Domu, yang mengabarkan hasil pencarian putrinya. Saking gembiranya, dia segera menghubungi Domu. Terlihat olehnya penanda waktu di HP, hampir tengah malam. Diputuskan menunda sampai besok pagi. Dengan hati lega, Rangga pulang.
“Mas, pak Bastian bolak-balik telpon. Aku bilang mungkin sampai malam. Kutanyakan tentang Ratih, dia hanya bilang sudah ada titik terang. Apa maksudnya? Apa dia menemukannya? Di mana?”
Rangga merangkul istrinya mengajak masuk kamar.
Minggu pagi keesokan harinya, Ratih dijemput pulang. Dia diperlakukan dengan lembut oleh kedua orang tuanya. Mereka tidak ingin melukai perasaan putri kesayangannya. Ratih diberi ruang untuk merasakan dan menilai perhatian dan kasih sayang kedua orang tuanya.
Malamnya, Rangga Wijaya Danusaputra, kekasih pertama Ratih, mengajak makan malam berdua saja. Keduanya berkencan di sebuah restoran yang menyediakan orgen tunggal.
“Ratih, kenapa kamu membuat Ayah dan Bunda khawatir?”
Wajah Ratih langsung muram. Bibirnya manyun, tatapannya segera beralih ke panggung pertunjukan. Dia bungkam mengacuhkan ayahnya, hatinya sangat kesal.
“Kalau ada masalah, kan, bisa ngomong sama Ayah! Malah kabur, bikin khawatir. Kalau sampai beritanya tersebar, mau ditaruh di mana muka Ayah?”
“Paling Ayah sama, ma Bunda. Nggak percaya sama Ratih. Buat apa ngomong.”
“Belum juga dicoba, udah nuduh. Yaudah kalau Ayah cuma kamu anggap sebagai ATM.”
“Ayah!” sergah Ratih.
Seorang pramusaji mendekat membawa menu pesanan mereka. Pesanan dihidangkan, keduanya lalu menikmati makanan dan minuman sesuai pesanan mereka sambil berbincang. Rangga begitu telaten mendengarkan semua curhatan putri terkasihnya. Hatinya bersyukur, Ratih ditemukan dalam keadaan selamat.
Ratih bilang kalau hari Kamis, seminggu sebelum kabur, dia melihat Toni melamar perempuan yang sangat cantik. Ratih melihat dan mendengar percakapan mereka. Saat itu dia tidak sengaja makan siang di tempat yang sama. Toni dan pasangannya duduk tidak jauh dari meja Ratih.
“Bunda nggak percaya, Ayah. Katanya aku menuduh. Padahal hari ini harusnya kita diundang tante Ninit, kan? Kita akan membicarakan perjodohan kami. Iya, kan? Makanya aku kabur. Mas Toni pasti juga menolak perjodohan ini. Buktinya dia tunangan lebih dulu.”
“Memang kamu yakin, itu nak Toni?”
“Ayah!” suara Ratih langsung meninggi, “maksudnya Aku salah lihat? Dia benar-benar mas Toni. Dia kan kakak kelas mas Bagas. Satu klub tim panjat tebing SMA 2. Walaupun 5 tahun di luar negeri aku masih inget wajahnya!” Ratih mengembuskan napas dengan kasar. “Ratih menyesal, Ayah, waktu itu tidak merekamnya. Paling tidak Sutini bisa mengambil gambarnya. Meja mas Toni tepat di hadapannya.”
“Memang nak Toni nggak melihatmu?”
“Mereka duduk di sebelah meja kami. Ratih melihat kedatangannya, sedang meja yang kosong, ya tinggal meja itu. Buru-buru Ratih pindah duduk membelakanginya. Resto lagi penuh, waktunya makan siang.”
“Yaudah, nanti Ayah minta penjelasan dari nak Toni. Masalah bundamu, biar itu urusan Ayah. Tapi jangan kabur lagi, dan selesaikan kuliahmu!”
Ratih mengangguk mantap sambil tersenyum lebar, wajahnya cerah. Dia bangkit lalu memeluk ayahnya dengan perasaan lega. Kemudian keduanya menyelesaikan makan, dilanjut nyanyi-nyanyi baik solo maupun duet. Hati Ratih terasa ringan dan bahagia.
Ayahnya, cinta pertamanya sekaligus pahlawan baginya, memang dapat diandalkan. Dalam hati, Ratih sedikit menyesal. Kesibukan ayahnya menangani proyek-proyek, sedikit banyak mengganggu hubungan ayah dan anak.
Halaman : 1 2