Tentu saja permintaan ini mengejutkan keduanya. Toni dengan kasar menaruh HP di meja. Ratih tergugu, langsung merengut kesal. Wajah Barman memerah, menahan amarah dan rasa kecewa. Ternyata Ratih juga tidak menyetujuì perjodohan yang diatur untuk mereka.
“Toni! Kau tahu persis penyebab penyakit jantung mamahmu kambuh, kan? Kau ingin membunuh mamahmu, hanya demi orang yang ingin numpang hidup enak? Papah tahu seperti apa keluarga perempuan itu! Kau akan menyesalinya nanti!”
Barman sedikit tersengal. Dia berusaha menenangkan diri. Setelah membuang napas dengan keras, lalu berdeham, kemarahannya sedikit reda. Barman menoleh kepada Ratih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Papah mohon padamu Ratih, menikahlah segera, setelah Mamah sehat.”
“Tapi, Pah! Ratih kan, masih kuliah.”
“Tidak ada aturan, orang yang sudah bersuami tidak boleh kuliah!”
“Lagian, mas Toni juga udah tunangan. Mana bisa kami menikah!”
Toni terkejut, matanya melebar, “Kau ….”
“Ratih melihatnya, Mas. Ratih mau kok jadi saksi, kalau Papah nggak percaya,” ujar Ratih santai.
“Ratih, pertunangan itu hanya ungkapan sesaat. Toni tersihir oleh kecantikan luarnya saja. Percayalah, Papah dan Mamah tidak akan merestuinya. Kalian harus menikah!” titah Barman mantap.
Hati Ratih gamang, dia benar-benar galau untuk menyetujuinya. Dia menoleh ke arah Toni mencari pertolongan, namun Toni sibuk dengan dirinya sendiri. Toni duduk bertelekan kedua paha sambil menjambak rambut kepalanya. Ketiganya membisu.
Lamunan Ratih terpotong oleh suara gending kebogiro yang menandakan calon pengantin pria telah hadir. Hatinya berdebar-debar.
Dalam balutan busana pengantin jawa Paes Ageng, Toni tampak anggun menawan. Kulit kuning langsatnya seolah bercahaya, kontras dengan busana warna merah bermotif batik prada emas. Dengan langkah-langkah anggun, Toni diapit kedua orang tuanya menuju pintu masuk yang telah dipasang bleketepe (anyaman sepotong pelepah daun kelapa yang berwarna hijau tua).
Beberapa meter dari tempat penyambutan, rombongan berhenti sebentar untuk mengatur segala sesuatu. Di bawah bleketepe menunggu dengan anggun suami istri Rangga Wijaya Danusaputra. Hati Toni bergetar. Dia tidak menyangka ritual upacara adat jawa begitu agung. Di dalam benaknya dia membayangkan sedang menikah dengan Erlika, pujaan hatinya.
Toni tenggelam dalam bayangan Erlika yang sangat cantik bak bidadari dalam balutan busana pengantin jawa. Bisikan Barman menyadarkannya. Melihat rona bahagia membayang di wajah Papahnya, Toni tergugu.
“Ton! Ingat, nama pengantin putri, Kamaratih Kusumawardani binti Rangga Wijaya Danusaputra. Kau sudah hafal, kan?”
Toni langsung berkeringat. Dia mencari saku baju. Wajahnya memerah, menyadari busana yang dia pakai. Celingukan Toni memanggil sahabatnya, Rendi, lalu membisikkan sesuatu.
Rendi mendekati ayah Toni, lalu memberikan secarik kertas berisi tulisan nama Ratih yang harus diucapkan dalam akad nikah. Rendi meminta untuk meletakkannya di meja akad nikah di depan Toni duduk.
Serah terima calon pengantin pria, dilakukan oleh wakil keluarga Toni kepada Rangga, calon mertua, berlangsung lancar. Dilanjutkan petatah-petitih berisi nasehat singkat untuk calon pengantin pria, dan harapan perlakuan manis dari calon besan. Arum dan Ninit tampak sangat bahagia.
Toni digandeng oleh kedua calon mertua, menuju meja akad nikah. Ketiganya diiringi sepasang kembar mayang yang dibawa 2 pria dewasa mengapit 2 gadis cantik masing-masing membawa cengkir gading (kelapa muda berwarna kuning muda), yang sudah dihias dengan janur kuning.
Di belakangnya, dua orang gadis ayu pembawa mas kawin dan cincin kawin dalam wadah cantik, mengapit seorang perjaka muda membawa nampan bulat berisi setangkep pisang sanggan (2 sisir pisang raja yang ujungnya ditutup kertas keemasan). Acara terasa sangat sakral, diiringi alunan gending yang menebar suasana magis.
Pisang sanggan, mas kawin dan cincin kawin ditaruh di meja akad nikah. Sedang kembar mayang dan cengkir gading ditaruh di depan pelaminan. Keluarga Toni diarahkan ke tempat duduk yang telah disediakan. Kedua saksi pengantin menempati kursi tempat akad yang telah disediakan.
Akad nikah berjalan lancar. Meskipun Toni sedikit kesulitan membaca nama calon istrinya dalam sekali tarikan napas, namun babak itu terlewati lumayan mulus. Dalam hati Toni mengumpat, ‘dasar orang grafis!’
Rendi menulis nama sekar dengan huruf-huruf estetik. Para tamu tersenyum mendengar panjangnya nama calon pengantin wanita.
Begitu dinyatakan sah disambung doa pengantin oleh penghulu, lalu pembacaan janji nikah oleh Toni, ditutup penandatanganan buku nikah oleh pengantin dan saksi. Keduanya sah menjadi sepasang pengantin. Hubungan mereka sudah halal.
Halaman : 1 2