Setelah membaca zikir, barulah malam itu saya bisa tidur dengan tenang. Saya memeluk bayi saya dengan erat agar tidak merasa sendirian. Alhamdulillah saya bangun saat Subuh dengan aman.
Namun, lagi-lagi saya mendapatkan gangguan. Saat saya akan mengambil wudu, tiba-tiba ada suara di lantai bawah. Karena penasaran, saya turun ke bawah untuk melihat, siapa tahu suami saya sudah pulang.
Tidak ada siapa pun di bawah. Semua lampu dalam keadaan mati dan tidak ada tanda-tanda suami saya telah pulang. Saya memastikan semua pintu dan jendela tertutup, lalu kembali ke lantai atas untuk salat. Selama melakukan semua itu, tentu saja saya berzikir agar mendapatkan perlindungan dari Allah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Setelah itu, saat saya mulai mengerjakan pekerjaan rumah, saya merasa ada yang mengawasi saya. Dalam setiap gerak-gerik yang saya lakukan, rasanya ada yang melihat saya, bahkan bayi saya gelisah hari itu. Dia jadi sering menangis dan tidak mau berpisah dari saya.
“Yang, ngerasa nggak kalau ada yang nggak beres di sini?” tanya saya pada suami yang baru bangun tidur setelah pulang dari shift malam. “Aku kayak ngerasa ada yang ngikutin.”
Suami saya mengembuskan napas pendek yang keras. “Jangan bikin kepikiran, dong. Entar malem kan aku masuk malam lagi. Masa iya aku tinggalin kamu dalam keadaan kayak gitu?”
“Bukan, Yang. Tapi, semalam aku tuh sudah mimpi nggak enak.”
“Kamu nggak baca doa kali.”
“Udah, dong. Habis mimpi, aku malah langsung wudu, terus baca-baca gitu.”
“Terus gimana? Aku nggak usah masuk kerja aja?”
“Ih, maunya! Kerja aja nggak apa-apa. Aku … cuma pengin bilang gitu aja. Aku merasa nggak enak, Yang.”
Dia memegang kedua pipi saya. “Kalau ada apa-apa, kamu telepon aku aja, ya. Aku bakalan langsung minta izin pulang.”
Saya hanya mengangguk saat itu. Saya tidak enak kalau mengganggu pekerjaan suami. Saat itu sudah akhir bulan. Pasti suami yang bekerja di bagian produksi sedang kejar setoran untuk menyelesaikan target bulanan perusahaan tempatnya bekerja.
Saat malam tiba dan saya sama sekali tidak bisa tidur karena kepikiran, saya memutuskan untuk membuat konten saja. Saya mengetik dengan menggunakan laptop sampai tidak sadar sudah tengah malam.
Saya benar-benar sedang fokus pada laptop saat mendengar suara pintu kamar saya terbuka. Saya tidak berpaling, masih asyik dengan laptop.
“Sayang!”
Begitu mendengar panggilan suami saya itu, saya langsung berpaling ke pintu.
Tidak ada orang.
Ponsel saya berdenting.
Pemberitahuan pesan masuk terlihat di layar ponsel.
Ibu-ibu yang kemarin mengirim pesan lagi: Mbak, saya tadi malam mimpi lagi. Jinnya marah saya bilang ke mbak. Dia mau kasih mbak pelajaran.
Saya membelalak melihat pesan itu.
Kenapa saya yang dijadikan sasaran? Saya kan cuma membantu orang saja.
Tepat saat itu, jendela saya digedor dari luar. Sudah jelas tidak akan ada manusia yang bisa menggedor jendela kamar saya. Saya ada di lantai dua.
Bukan hanya satu jendela yang digedor, tapi semua jendela lantai dua digedor dengan sangat keras. Saya berlari ke kamar untuk memeluk bayi saya yang terkejut. Bayi saya menangis keras. Gedoran itu pun terdengar sangat keras.
Yang saya sadari hanya satu hal, tidak akan ada yang menolong jika terjadi sesuatu pada saya. Tetangga saya baru saja pindah karena rumahnya sedang direnovasi dan satpam kompleks hari ini yang bertugas hanya satu orang. Jelas dia tidak akan meninggalkan pos untuk membuka tutup portal.
Lalu, apa yang bisa saya lakukan?
Gedoran itu terdengar sangat keras dan semakin keras.
Saya memeluk bayi dengan erat dan menutup mata.
“Tolong tinggalkan kami. Apa pun yang kamu lakukan bukan urusanku. Aku berlindung pada Allah dari makhluk sepertimu. Semoga Allah menghukummu di neraka. Semoga Allah mengumpulkanmu dengan kaummu di neraka.”
Setelah itu, saya merapalkan zikir-zikir yang biasa saya baca di pagi dan sore hari. Saya memohon perlindungan Allah. Saya meminta ampun pada Allah atas semua kesalahan yang mungkin saya lakukan tanpa saya sengaja. Tapi, saya yakin kalau saya tidak memberikan nasihat yang salah pada ibu-ibu itu. Saya telah memberikan nasihat yang sesuai dengan syariat.
Suara gedoran itu hilang. Saya membuka mata. Sosok hitam besar itu berdiri di depan saya. Seluruh bagian dari dirinya hitam dan gelap, seperti bayang-bayang. Namun, dia hidup. Dia menatap saya. Bisa saya rasakan kemarahan dari tatapannya.
Saya membalas tatapannya dan berbisik, “Hasbunallah wanikmal wakil nikmal maula wanikman nasir.”
Cukup bagiku Allah sebagai penolongku dan hanya Allah sebaik-baik pelindung.
Sosok hitam itu seperti berteriak keras, lalu dia berlari melewati saya dengan teriakan yang membuat bayi saya menangis keras.
Bisa saya rasakan angin dingin yang lebih dingin daripada AC di kamar menembus saya, menerpa wajah dan bagian tubuh saya dengan sangat kuat. Setelah itu, tidak ada apa pun lagi. Sosok hitam itu hilang sama sekali.
Saya pun bisa bernapas dengan normal. “Alhamdulillah. Alhamdulillah ya, Allah,” bisik saya sambil memeluk bayi yang sudah lebih tenang itu.
Setelah tenang, saya mengambil ponsel dan mengetik: Mak, selesaikan masalah Emak sendiri. Bicarakan dengan suami semua yang mengganjal dan rukyah saja. Selain itu, saya tidak punya saran apa pun lagi.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya