Sudah satu bulan Zara tinggal di jalan itu, tapi dia tak pernah melihat tanda-tanda kehidupan di rumah nomor 19. Saat dia melewatinya di malam hari sepulang dari kantor, rumah itu selalu gelap, dan ketika pagi terlihat dindingnya yang kusam dengan halaman dipenuhi rerumputan liar.
Sampai suatu malam ada yang berbeda di rumah itu. Sudah hampir tengah malam saat mobil kantor menurunkan Zara di depan mulut jalan yang menuju rumahnya. Dia sudah sangat lelah dan mengantuk, merasa kesal mengapa teman satu timnya tak kunjung sembuh hingga pekerjaan mereka menumpuk, dan dia harus lembur untuk membereskan laporan akhir bulan.
Ketika Zara hampir melewati rumah nomor 19 itu, dilihatnya lampu teras menyala, dan seorang perempuan berdiri membelakangi jalan di ujung undakan. Entah apa yang sedang dilakukannya, tapi dia berpaling dan menatap lekat pada gadis berambut ikal itu. Perempuan itu sangat cantik meskipun kulitnya terlihat pucat di bawah sinar temaram lampu. Untuk sesaat pandangan Zara terpaku dan tahu-tahu perempuan itu sudah berdiri di balik pagar yang terbuka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Perempuan itu tersenyum dan menyuruh Zara masuk, dan seperti terhipnotis, gadis itu mengikutinya, melewati halaman yang saat itu terlihat bersih lalu duduk di teras. Perempuan itu memperkenalkan diri. Namanya Fatima dan dia baru saja bercerai.
Dengan terkantuk-kantuk Zara mendengarkan perempuan itu bicara. Sebetulnya dia ingin pulang, tapi tubuhnya terlalu lelah untuk bergerak. Gadis itu merasakan embusan angin malam yang dingin menyentuh kulit, sebelum akhirnya pandangannya menggelap. Dia jatuh tertidur.
“Neng ….” Seseorang menyentuh tangan Zara. “Neng … kok tidur di sini?”
Mata Zara mengerjap. Sesaat dia kehilangan orientasi, menatap bingung pada lelaki setengah baya bertubuh kecil yang berdiri di hadapannya.
“Neng siapa? Kenapa tidur di sini?” Lelaki itu mengulangi pertanyaannya.
“Siapa dia, Pak?” Seorang wanita muncul dari balik punggung lelaki itu, menatap Zara dengan dahi berkerut.
Lelaki itu menggeleng, lalu sedikit menjauh untuk membuka pintu depan. “Ibu masuk aja kalau mau lihat-lihat dulu,” katanya kepada wanita itu lalu mendorong daun pintu terbuka lebih lebar.
Wanita itu berjalan mendekat. Di teras, dia menatap sekilas ke arah Zara, lalu masuk ke rumah. Pria itu kembali berpaling pada Zara yang terlihat kebingungan.
“Pak, kok tamannya kotor lagi? Padahal kemarin sudah bersih,” tanya Zara.
“Bersih gimana, Neng? Sudah satu tahun begini terus, Neng. Nggak ada yang merawat sejak Nona nggak ada. Saya juga hanya bisa datang sekali-sekali, Neng.”
“Nona siapa?”
“Nona yang punya rumah ini, Neng. Namanya Fatima.”
Fatima. Nama itu bergema dalam benak Zara. Nama perempuan yang ditemuinya kemarin malam, dan mengajaknya mengobrol hingga dia tertidur.
“Sejak Nona nggak ada.” Zara menggumam mengulangi perkataan pria di depannya.
Matanya menatap bingung pada rerumputan liar yang tumbuh di pekarangan. Dia mendongak dan bertanya, “Nona nggak ada … maksud Bapak, Fatima ke mana?”
“Maksud saya, Nona Fatima sudah meninggal. Hari ini pas satu tahunnya, Neng.”
Zara meloncat dari tempat duduk. Matanya membulat. “Sudah meninggal?”
Pria itu mengangguk lalu menghela napas dalam-dalam. “Bunuh diri, Neng. Kasihan dia ….”
Bulu kuduk Zara meremang. “Bunuh diri? Kenapa?”
“Mantan suaminya dendam karena diceraikan, Neng.” Pria itu menelan ludah dan sekali lagi menghela napas dalam. “Lalu, dia menyuruh lima temannya memperkosa Neng Fatima … di rumah ini ….”
Ada air mata meremang di pelupuk mata pria itu yang buru-buru mengusapnya dengan punggung tangan. “Maaf ya, Neng … saya ke dalam dulu. Itu tadi tantenya Neng Fatima. Baru datang dari Kalimantan.”
Zara hanya bisa mengangguk. Samar-samar benaknya mengingat ucapan Fatima sebelum dia jatuh tertidur. “Aku kesepian ….”
***
Tentang Penulis
Eunike Hanny, tinggal di Tangerang Selatan. Tulisan yang sudah terbit antara lain, Saat Gota Tersesat (cerita anak, bisa dibaca di Gramedia Digital), Klub Bunuh Diri (Bukuditeras), A Prenup Letter (bisa dibaca di iPusnas), dan skenario film pendek untuk layanan streaming. Penulis bisa dihubungi di IG @hanny1806 / FB Eunike Hanny.