Redaksiku.com – Kata ‘bajingan’ memang terasa kurang pas masuk di telinga.
Sebutan bajingan dalam kehidupan sehari-hari diartikan sebagai umpatan dan hinaan bagi orang lain, sehingga tidak heran bisa imemancing emosi negatef dari orang yang mendengarnya.
Seperti Rocky Gerung yang beberapa waktu belakangan melontarkan kritik kepada presiden dengan sebutan bajingan. Pernyataan itu menjadi kontroversi bahkan hingga Rocky dilaporkan ke pihak berwajib perkara penyebutan kata tersebut.
Namun tahukah, bajingan pada zaman dahulu malah sebetulnya memiliki arti yang baik?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sejarah kata bajingan dapat dilacak hingga ke zaman Kerajaan Mataram Islam, di mana bajingan merupakan sebutan bagi para kusir gerobak sapi. Dikutip dari National Geographic, profesi ini sudah ada sejak awal abad ke-16 masehi.
Sapi adalah hewan yang disukai pada zaman Kerajaan Mataram, dan gerobak sapi berawal dari Kerajaan Mataram yang telah menganut ajaran islam. Selain mengantarkan manusia, bajingan juga bertugas mengangkut hasil panen masyarakat.
Karena itu bajingan menjadi profesi penting bagi mobilitas masyarakat saat itu. Sebab pada masa kolonial Hindia-Belanda, banyak masyarakat yang belum mampu memiliki mobil seperti pejabat Eropa.
Wilayah kerja para bajingan yakni di wilayah Mataram, yang meliputi Yogyakarta dan eks-Karesidenan Surakarta. Pascakemerdekaan hingga hari ini, para bajingan masih terus bertahan serta memiliki paguyubannya sendiri.
Kata bajingan sendiri diartikan positif pada saat itu. Desanti Arumingtyas Dyanningrat dalam bukunya yang berjudul Perancangan Buku Nilai Sejarah Dan Filosofi Mataram Islam Pada Gerobak Sapi menuliskan bahwa dalam kultur budaya Jawa kusir gerobak sapi disebut ‘bajingan’, singkatan dari bagusing jiwo angen-angening pangeran.
“Artinya orang baik yang dicintai Tuhan,” tulis Desanti.
“Mulianya, pada saat perjuangan kemerdekaan, bajingan jadi salah satu opsi dalam perang geilya untuk persembunyian para pejuang dibalik rumput dan hasil panen dalam gerobaknya,” kata dia.
Lantas, mengapa dan sejak kapan bajingan bergeser menjadi kata yang memiliki arti negatif?
Pergeseran ini pernah diungkap Dito Ardhi Firmansyah dari Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tahun 2018 yang membahas soal makna bajingan dalam skripsi berjudul “Konstruksi Makna Kata Bajingan. (Studi Etnografi Perubahan Makna Kata Bajingan dalam Komunitas Kusir Gerobak Sapi di Bantul Yogyakarta)”.
Dalam skripsi tersebut, ia mewawancarai seorang anggota komunitas bajingan yang masih eksis dan anggota tersebut memberikan analisis bahwa ada makna mencemooh yang melatar belakangi pergeseran kata bajingan.
“Latar belakang pergeseran makna kata bajingan itu menurut saya karena cara pengucapannya saja yang diucapkan secara keras dan penuh emosi. Dan biasanya kata bajingan ini diucapkan karena sebagai suatu simbol makna kalau sopir gerobak sapi itu adalah orang yang kasar, menakutkan, dan tidak beradab makanya itu penyebutannya adalah kata bajingan itu,” demikian isi skripsi Dito dilansir dari Kumparan.
Sementara waktunya sendiri tidak pasti. Namun Multatuli dalam magnum opusnya yang berjudul Max Haveelar terbitan tahun 1860, tercatat sudah menggunakan kata ini sebagai kata yang negatif.
“Nak, jika mereka memberitahumu bahwa aku adalah bajingan yang tidak memiliki keberanian melakukan keadilan, bahwa banyak ibu yang meninggal karena kesalahanku…” tulis Multatuli.
Ikuti berita terkini dari Redaksiku.com di Google News, klik di sini