“Selamat siang, Bu! Ada yang bisa kami bantu?” sapa seorang pegawai saat Ayyara berada di depan meja resepsionis.
“Siang, Mbak! Maaf, saya mau tanya, apakah ada reservasi atas nama Abyan Aiden Lee?”
Mbak resepsionis itu menatap Ayyara penuh selidik.
“Saya hanya ingin memastikan saja karena di parkiran depan, saya lihat ada mobilnya,” ungkap Ayyara berusaha meyakinkan petugas resepsionis itu.
“Mohon maaf Ibu, kami tidak bisa memberikan data pelanggan tanpa izin.”
“Tapi, saya ini istrinya, Mbak! Kami memang akan reservasi di hotel, tapi rencananya itu besok, bukan hari ini. Makanya saya konfirmasi di sini untuk memastikan.”
“Sekali lagi, kami mohon maaf tidak bisa memberitahukan, kecuali Ibu bisa membuktikan kalau tamu kami memang benar-benar suaminya.”
“Oh, oke. Sebentar, ya!” Ayyara masih menanggapi pernyataan petugas resepsionis itu dengan santai.
Kemudian, dia membuka dompet untuk mengeluarkan kartu identitas miliknya. Setelah itu, Ayyara pun membuka file di dalam ponselnya yang berisi beberapa dokumen penting keluarga, termasuk foto KK dan foto surat nikahnya.
“Ini KTP saya, ini fotokopi KTP suami saya dan ini foto kartu keluarga beserta surat nikah kami. Cukup, kan?”
Petugas resepsionis itu langsung mengambil dokumen-dokumen tersebut. Kemudian, dia terlihat menghubungi seseorang, mungkin manajer hotelnya. Karena tak lama setelahnya, seorang pria kisaran usia 35-an dengan stelan jas lengkap datang menghampiri.
Degup jantung Ayyara tiba-tiba berpacu lebih cepat saat menunggu mereka memeriksanya. Kemudian, terpikir olehnya untuk menghubungi sang suami. Biarlah kejutannya gagal daripada dia harus ribet berurusan dengan petugas hotel.
Namun, nomor ponsel Abyan masih belum aktif. Ayyara pun berjalan mondar-mandir di depan meja resepsionis sambil meremas-remas jemari agar bisa menghangatkan tangannya yang terasa dingin.
Perempuan dua anak itu, kemudian menyapukan pandangan ke sekeliling. Dia baru menyadari kalau lobi ini cukup luas dan megah. Desain interiornya perpaduan dari berbagai budaya. Selain karena lampu-lampu hias, di sana juga terdapat jendela-jendela besar termasuk pintu masuknya pun menggunakan banyak kaca yang membuat ruangan tersebut menjadi terang.
Meja resepsionis akan langsung kita lihat begitu memasuki pintu utama hotel. Di sebelah kiri pintu masuk terdapat sebuah guci besar yang berdampingan dengan jam lemari kayu. Pada pojok kiri terdapat juga satu set sofa bergaya maestro klasik eropa berwarna coklat tua.
Tempat tersebut digunakan sebagai ruang tunggu. Saat itu, ada dua orang yang sedang duduk di sana, sepertinya lagi menunggu seseorang. Sementara di sisi kanan ke arah dalam nyaris tak ada orang. Selain itu, hanya ada satu orang petugas di pintu masuk
“Permisi, Bu Ayyara!” panggil petugas resepsionis yang tadi memeriksa dokumen miliknya.
Ayyara bergegas mendekat.
“Kami mohon maaf atas ketidaknyamanannya, ya, Bu. Kami sudah memeriksa kecocokan dokumen yang Ibu berikan. Memang benar, Pak Abyan reservasi di hotel kami, bahkan sudah check in beberapa saat lalu. Pelayan kami akan mengantarkan Ibu ke sana,” ucapnya setelah memastikan kebenaran dokumen-dokumen itu.
Ayyara menghela napas lega. “Terima kasih banyak, Mbak,” ucap Ayyara sambil mengangguk dan membrikan sedikit senyuman, lalu dia mengikuti pelayan yang akan mengantarkannya itu.
Mereka memasuki lift menuju lantai empat. Selama di dalam lift, tak sepatah kata pun terucap dari mulut ibu dua anak ini karena pikirannya sibuk dengan banyak pertanyaan.
“Silakan Ibu ke arah kiri. Nanti, di ujung koridor ini belok kanan, di sana ada satu kamar yang terpisah sendiri,” tutur pelayan itu sesaat setelah pintu lift terbuka.
Ayyara sedikit terkejut, ucapan pelayan itu mengembalikan kesadarannya. Setelah berterima kasih, dia berjalan melewati lorong yang terasa lengang. Mungkin, saat siang menjelang sore seperti ini, orang-orang tengah beristirahat di kamarnya masing-masing karena udara di luar lumayan panas.
Kok, check in dari sekarang, ya? Apa kliennya udah datang? Bukankah acaranya besok? Beragam pertanyaan tesebut memenuhi benak Ayyara.
Akhirnya, dia sampai di depan kamar sesuai petunjuk dari pelayan tadi. Sebelum mengetuk pintu, Ayyara sedikit merapikan tampilan dirinya. Lalu, dia menghela napas perlahan sembari menarik kedua ujung bibirnya untuk menyambut ekspresi sang suami pada saat pintu terbuka.
“Tunggu sebentar!” Suara seseorang terdengar dari dalam kamar ketika Ayyara mengetuk pintu.
Dia mengerutkan dahi saat mendegar suara tersebut. Begitu pintu terbuka, matanya yang tadi berbinar langsung berubah menjadi tatapan tajam memindai sosok di hadapannya. Dia tertegun untuk beberapa saat.
Rambut hitam tergerai indah melewati pundak. Dia mengenakan mini dress yang membuat mata Ayyara sedikit melotot. Model lengan sabrina seperti itu dapat mengekspos bagian lehernya yang jenjang. Belum lagi daerah sekitar bahu dan dadanya yang terbuka, mampu membuat setiap lelaki yang menatapnya menelan ludah.
“Siapa kamu?” tanya Ayyara penuh selidik.
“Lho, nggak salah? Harusnya saya yang tanya, siapa kamu ngetuk-ngetuk kamar orang sembarangan!” tanggapnya tak kalah sengit.
“Ini kamarnya Pak Abyan, kan?” Ayyara mulai meninggikan suara.
“Maaf, Anda salah! Ini kamarnya Pak Aiden Lee,” ucapnya sambil bersiap untuk menutup pintu kembali, tapi kaki Ayyara dengan sigap menahannya begitu mendengar dia menyebutkan nama panjang Abyan.
“Tunggu!” Ayyara langsung mendorong pintu itu agar terbuka lebih lebar.
Dia melangkah dengan deru napas yang memburu. Detak jantungnya berpacu lebih kencang. Wanita asing itupun tak sanggup mencegahnya.
“Astagfirullah, Mas Abiii!” Suara keras Ayyara membuat lelaki yang tengah tertidur dengan bertelanjang dada itupun terperanjat.
Kesadarannya belum benar-benar pulih, tapi Ayyara tanpa ragu memukul-mukul bagian bahu lelaki itu.
“Kamu benar-benar bikin malu, Mas! Aku pikir kamu booking kamar ini buat rencana akhir pekan kita, tahunya malah ena-ena di sini dengan perempuan lain!” Ayyana meracau tanpa bisa dikendalikan lagi.
Lelaki itu berusaha menangkis setiap pukulan yang menimpanya. Lalu, dia menangkap kedua lengan Ayyara sambil bangkit dari kasur.
“Ay, apa-apain, sih, kamu?” bentak Abyan.
Ayyara tersentak mendengar teriakan sang suami. Ini untuk pertama kalinya Abyan membentak dia sekeras itu.
“Kamu, yang apa-apaan? Pulang dinas luar bukannya langsung ke rumah, ini malah mampir ke hotel. Sebegitu burukkah aku sampai kamu pilih wanita lain yang pertama kamu temui?” jerit Ayyara tak kalah sengit sembari berusaha melepaskan tangannya dari genggaman kuat Abyan.
“Ay, cukup! Kamu diam dulu, aku bisa jelasin semuanya,” ujar Abyan sembari melepaskan tangan Ayyara dari cengkeramannya.
“Penjelasan apa lagi, hah? Udah ketangkap basah masih juga mau ngelak?” Ayyara berteriak sambil tangannya bersiap untuk memukul kembali sang suami.
Kesadaran Abyan yang belum pulih sepenuhnya membuat lelaki itu semakin tersulut emosi. Dia menahan pukulan Ayyara sembari mendorong perempuan itu cukup keras hingga kepalanya terantuk ke ujung tempat tidur kayu, lalu terjerembab di lantai.
Ayyana mengerang kesakitan, darah segar pun mengucur dari pelipisnya. Dia mulai limbung, hanya sayup-sayup terdengar suara Abyan memanggil namanya.
“Ay, Ayaa … sadar, Ay. Please, jangan bikin aku takut. Aay …!”
***
#IndonesianWritersZone
#PaaIWZXRedaksiku2024
#SenjaMembawamuKembali
Dibaca: 240
Follow WhatsApp Channel www.redaksiku.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow