Bank Indonesia (BI) telah mengambil tindakan tegas pada bulan Oktober 2023 dengan meningkatkan suku bunga menjadi enam persen. Salah satu alasan di balik langkah ini adalah untuk menstabilkan nilai tukar rupiah yang tengah mengalami tekanan devaluasi. Yusuf Rendy Manilet, seorang ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE), mengingatkan bahwa jika rupiah terus melemah, bahkan hingga mencapai Rp 16 ribu per dolar AS, akan ada sejumlah dampak yang perlu dipertimbangkan.
Menurut Yusuf, pelemahan rupiah dalam skenario tersebut berpotensi mengakibatkan kenaikan harga barang impor. Ini akan menjadi tantangan bagi pelaku usaha, terutama mereka yang bergantung pada impor bahan baku. Harga yang lebih tinggi ini dapat mempengaruhi daya beli konsumen dan merugikan perekonomian secara keseluruhan.
Namun, Yusuf menjelaskan bahwa jika pelaku usaha dapat mengelola margin keuntungan mereka tanpa harus menaikkan harga, dampaknya pada masyarakat dapat ditekan. Tetapi jika kenaikan harga barang impor sangat besar dan memaksa pelaku usaha untuk menaikkan harga, maka konsumen akan merasakannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Pengusaha akan memilih opsi yang lain, yaitu menaikkan harga jual produk mereka,” jelas Yusuf.
Skenario pelemahan rupiah hingga Rp 16 ribu per dolar AS dalam jangka waktu yang lama akan berdampak besar pada berbagai produk. Dengan demikian, konsumen mungkin harus membayar lebih mahal untuk sejumlah barang dan jasa.
Meskipun ada kekhawatiran terkait pelemahan rupiah, Yusuf percaya bahwa Bank Indonesia tidak akan membiarkan nilai tukar mencapai atau melebihi Rp 16 ribu per dolar AS. Hal ini karena dampak potensial pada inflasi domestik yang dapat meningkat akibat depresiasi mata uang.
Yusuf memperkirakan bahwa BI akan melakukan intervensi jika depresiasi rupiah mencapai level tersebut atau lebih tinggi, terutama jika itu terjadi dalam waktu yang relatif singkat.
Sementara itu, Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa pelemahan rupiah disebabkan oleh penguatan dolar AS. Penguatan dolar AS telah memberikan tekanan pada mata uang negara-negara lain, termasuk rupiah.
Namun, Perry juga mencatat bahwa dengan langkah-langkah stabilisasi yang telah diambil oleh BI, depresiasi rupiah relatif lebih rendah dibandingkan dengan mata uang negara-negara lain di kawasan.
Bank Indonesia tetap berkomitmen untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dan terus bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah, perbankan, dan dunia usaha, untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mengendalikan inflasi. Upaya ini juga mencakup pendalaman pasar uang rupiah dan pasar valuta asing serta optimalisasi instrumen-instrumen keuangan. Semua langkah ini diambil untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendukung upaya pengendalian inflasi, yang menjadi perhatian utama dalam situasi saat ini.
Tak hanya itu, ada pula ancaman yang mengintai dalam bentuk “Dollar Pulang Kampung” yang dapat memberikan tekanan tambahan terhadap nilai tukar rupiah. Istilah “Dollar Pulang Kampung” merujuk pada situasi ketika dana asing yang telah beredar di pasar keuangan domestik ditarik kembali ke negara asalnya, dalam hal ini Amerika Serikat. Ini dapat terjadi ketika suku bunga di Amerika meningkat, menarik investor asing untuk mengalihkan investasi mereka ke sana.
Jika dana asing secara masif ditarik keluar dari pasar keuangan Indonesia, maka nilai tukar rupiah dapat mengalami penurunan tajam. Oleh karena itu, Bank Indonesia harus menjaga agar perekonomian Indonesia tetap menarik bagi investor asing dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menghindari potensi “Dollar Pulang Kampung.” Dengan begitu, stabilitas nilai tukar rupiah dapat lebih terjaga.
Ikuti berita terkini dari Redaksiku.com di Google News, klik di sini