Redaksiku.com – Eks Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant membongkar kelakukan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu usai dipecat.
Gallant yang kerap berseteru dengan Netanyahu berkenaan situasi Gaza pascaperang, dipecat Netanyahu pada Selasa (5/11/2024).
Ia pun mengutarakan fakta-fakta mengejutkan berkenaan bekas atasannya tersebut.
Gallant mengungkapkan, memang tentara Israel sudah capai semua tujuannya di Gaza.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dia juga menyebut Netanyahu menampik kesepakatan damai untuk pembebasan tawanan, bertentangan dengan saran badan keamanannya sendiri.
Hal itu diungkapkan Gallant, Kamis (7/11/2024), waktu berjumpa dengan keluarga tawanan. Pernyataan mengejutkannya itu langsung terlihat di media-media Israel.
“Tak tersedia lagi yang wajib dikerjakan di Gaza. Tujuan yang besar sudah dicapai. Saya takut kami tetap berada di sana, dikarenakan cuma permintaan untuk tetap di sana,” ujarnya, dikutip dari The Guardian.
Ia pun menjelaskan kepada keluarga tawanan bahwa ide Israel wajib tetap berada di Gaza untuk menciptakan stabilitas, merupakan ide yang tak pantas, dikarenakan mengorbankan nyawa para tentara.
Gallant dilaporkan juga berikan mengetahui keluarga tawanan bahwa cuma Netanyahu seorang yang dapat mengambil keputusan untuk capai kesepakatan pembebasan tawanan dengan Hamas.
Pembebasan itu rencananya akan ditukar dengan pembebasan tawanan Palestina yang tersedia di penjara-penjara Israel, dan juga gencatan senjata sementara.
Pemerintah Amerika Serikat (AS) sudah mencoba menjadi perantara untuk kesepakatan damai sejak Mei.
Bahkan Presiden AS Joe Biden sudah memberitakan cetak biru untuk fase kesepakatan, dan mengeklaim Netanyahu sudah menerimanya.
Namun, PM Israel membawa dampak sejumlah komentar yang memberi tambahan jarak dari Biden dengan syarat-syarat baru.
Ia lantas menghendaki syarat penempatan pasukan militer Israel (IDF) di Koridor Philadelphi di perbatasan Mesir-Gaza, yang tidak diterima Hamas.
Pejabat-pejabat AS bahkan melihat Netanyahu sebagai halangan terbesar untuk capai perdamaian dengan Hamas.
Gallant pun mengutarakan kepada keluarga tawanan bahwa sudah tak tersedia alasan militer untuk bertahan di Gaza.
“Komandan IDF dan aku sudah menjelaskan tak tersedia alasan untuk tetap berada di Koridor Philadelphi,” ucapnya.
“Netanyahu menjelaskan bahwa itu demi kepentingan diplomatik. Saya katakan kepada Anda, tak tersedia kepentingan diplomatik,” ucapnya.
Pernyataan Gallant selanjutnya menjadi ledakan politik di Israel, di mana keluarga tawanan yang tersisa di Gaza, pendukung mereka dan kubu oposisi, menuduh Netanyahu mempertahankan konflik di Gaza untuk menunda pemilu yang baru, yang akan membuatnya kehilangan kekuasaan.
Tak adanya gencatan senjata di Gaza juga memperpanjang konflik di Lebanon, di mana Hizbullah sudah menyatakan akan menambah serangan ke Israel sepanjang Gaza konsisten dibombardir.
Pemerintah Amerika Serikat (AS) sudah mencoba menjadi perantara untuk kesepakatan damai sejak Mei.
Bahkan Presiden AS Joe Biden sudah memberitakan cetak biru untuk fase kesepakatan, dan mengeklaim Netanyahu sudah menerimanya.
Namun, PM Israel membawa dampak sejumlah komentar yang memberi tambahan jarak dari Biden dengan syarat-syarat baru.
Ia lantas menghendaki syarat penempatan pasukan militer Israel (IDF) di Koridor Philadelphi di perbatasan Mesir-Gaza, yang tidak diterima Hamas.
Pejabat-pejabat AS bahkan melihat Netanyahu sebagai halangan terbesar untuk capai perdamaian dengan Hamas.
Gallant pun mengutarakan kepada keluarga tawanan bahwa sudah tak tersedia alasan militer untuk bertahan di Gaza.
“Komandan IDF dan aku sudah menjelaskan tak tersedia alasan untuk tetap berada di Koridor Philadelphi,” ucapnya.
“Netanyahu menjelaskan bahwa itu demi kepentingan diplomatik. Saya katakan kepada Anda, tak tersedia kepentingan diplomatik,” ucapnya.
Pernyataan Gallant selanjutnya menjadi ledakan politik di Israel, di mana keluarga tawanan yang tersisa di Gaza, pendukung mereka dan kubu oposisi, menuduh Netanyahu mempertahankan konflik di Gaza untuk menunda pemilu yang baru, yang akan membuatnya kehilangan kekuasaan.
Tak adanya gencatan senjata di Gaza juga memperpanjang konflik di Lebanon, di mana Hizbullah sudah menyatakan akan menambah serangan ke Israel sepanjang Gaza konsisten dibombardir.
Ikuti berita terkini dari Redaksiku di Google News atau WhatsApp Channels.